MERAK JAWA MENAWAN
Rihana Mutiaraputri Anastasya adalah anak dari bapak Parta Satyaputra dengan ibu Santi Sri Maharani. Dia lahir pada 18 Agustus 1998, sekarang ia berusia 16 tahun. Tiara duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas X. Tiara menjadi murid seni di SMA Negeri Tarumanegara. Bapak dan ibunya asli orang Medan, tapi Tiara lahir di Jawa Barat. Bapak dan ibunya pindah ke Jawa Barat saat dia masih dalam kandungan sekitar usia 5 bulan, mereka Ke Jawa Barat karena tugas bapak Satya dipindahkan oleh atasannya ke salah satu kota yang berada di Jawa Barat.
Di balik pintu kamarnya, Tiara sedang bersip-siap ntuk berangkat ke sekolah. Ayahnya sedang minum teh dan ibunya sedang menyiapkan sarapan pagi.
“Ayah, Tiara ayo kita sarapan dulu, semuanya sudah ibu siapkan di meja makan, menu untuk pagi ini adalah semur ayam dan cap jay” ajak ibu Tiara dengan penuh harap.
“Iya sebentar lagi bu” jawab Tiara dengan semangat.
Tiara duduk bersebelahan dengan ibunya, ayahnya pun segera datang dan berkumpul untuk sarapan bersama.
“Ayo cepetan sarapannya, katanya mau berangkat pagi kemarin. Ayah mau berangkat pagi juga kan?” tanya ibu Tiara.
“Oh iya ya bu, ayah lupa nih” jawab ayah sambil melihat jam.
Selesai sarapan, Tiara segera berangkat ke sekolah dan diantar ayahnya.
“Bu, Tiara berangkat dulu ya. Assalammualaikum...” ucap Tiara sembari naik motor.
“Waalaikumsalam, hati-hati ya yah mengendarai motor nya, jangan terlalu kencang lo!”
“iya sayangku...” jawab ayah dengan penuh semangat.
Jarak antara rumah Tiara dengan rumahnya kurang lebih sekitar 2 kilometer. Setelah sampai di depan gerbang sekolah, Tiara turun dari motor dan pamitan pada ayahnya.
“Ayah, Tiara masuk dulu ya. Hati-hati di jalan ya yah!!”
“Iya Tiara...” jawab ayah dengan senyuman manis.
Ayah Tiara pun langsung melanjutkan perjalanannya menuju ke kantor, Tiara pun masuk ke kelasnya. Sahabatnya yang bernama Dara Lisna Nurmalasari yang biasa ia panggil dengan panggilan Rara sudah menunggunya.
“Hay Rara, maaf ya aku baru nyampe. Kamu sudah lama menungguku ya?” tanya Tiara kepada Rara.
“Enggak kok, aku juga baru datang kok. Hemmm gimana pekerjaan rumah SBK mu? Sudah kamu selesaikan belum?” tanya Rara.
“Hemmm sudah dong, Tiara tuh pasti selalu tepat waktu dalam menyelesaikan tugas... hehehe”
“Kirain belum ngerjain” sindir Rara.
Tak lama kemudian bel masuk berbunyi. Karena masih awal masuk sekolah, Rara pun menanyakan extra curiculer yang Tiara ikuti.
“Tia, kamu mau ikut extra curiculer apa?” tanya Rara.
“Mmm, aku sih masih belum tau mau ikut extra apa. Kalau kamu sendiri ingin ikut apa Ra?” tanya Tiara balik.
“Aku sih mau ikut extra curiculer tari. Salah satu budaya Jawa Barat yang harus dilestarikan bukan?” jawab Rara.
“Benar juga sih, tapii…?”
“Tapi apa Tia? Kamu takut orangtuamu marah ya? Kamu takut tidak diizinkan ya?”
“Salah satunya itu Ra.. Tapi aku kan orang Medan, mana mungkin aku bisa belajar budaya Jawa?” pikir Tiara.
“Ooooowww... memangnya kenapa kalau kamu orang Medan tidak bisa belajar budaya Jawa gitu? Orang luar negeri aja banyak yang belajar budaya Indonesia, masak kita enggak mau belajar juga.” Semangat Rara terhadap Tiara.
“Kamu benar juga Ra, oke aku pasti akan ikut extra curiculer tari. Kita nanti berangkat sama-sama ya Ra?” tanya Tiara.
“Iya Tia, nanti kita berangkat jam 15.00 WIB ya?”
“Sippp.. okeee.... ”
Waktu sudah menunjukkan pukul 13.30 WIB, saatnya untuk pulang. Tiara dan Rara pun pulang bersam-sama, kebetulan rumah mereka searah dan mereka juga sama-sama jalan kaki. Tak lama kemudian, Tiara sampai di depan rumahnya, Rara pun menuju rumahnya sendiri. Rumah Tiara dan Rara tidak terlalu jauh, hanya terpisah antara 3 rumah saja.
“Rara, aku masuk duluan ya. kamu ndk inginmampir kah?”
“Oohh... besok-besok aja Tia, ini sudah mulai sore, sampai jumpa besok Tiara?” jawab Rara.
”Hati-hati di jalan ya Rara...”
“Iya Tia, sebentar lagi aku juga nyampek kok. Tenang aja” jawab Rara.
Rara berjalan melewati 3 rumah dan akhirnya sampai di rumahnya.
Di rumah, hanya ada Tiara dan ibunya. Ibu menanyakan kepada Tiara Extra curiculer yang akan diikuti oleh Tiara.
“Tiara, ibu mau tanya sesuatu kepadamu, bisa kesini sebentar kah?” tanya ibu penuh rasa penasaran.
“oh.. iya bu, sebentar... ”
Kamu ikut extra curiculer apa sayang? Kok enggak pernah beri tahu ibu sama sekali?” tanya ibu Tiara.
“eee, mm aaa annnuu bu? Soal ituuu....”
“Anu apa Tia? ditanya kok jawabnya anu anu itu itu”
“Itu bu, Tiara ikut extra curiculer taarri bu” jawab Tiara dengan nada suara kecil dan lambat.
“Tari? Pasti tarian Jawa, iya kan?”
“Iya lah bu, ini kan di Jawa, pasti bahasnya budaya Jawa, beda sama di Medan ya?” jawab Tiara
“Kamu ini selalu pintar menjawab ya. Tapi ibu sama ayah mu itu orang Medan, kembangin gitu budaya Medan, jangan banggain budaya Jawa terus” cetus ibu Tiara.
“Ibu sama ayah memang orang Medan, tapi apa salah kalau Tiara ingin belajar budaya Jawa? Tiara kan terlahir di Jawa, jadi enggak salah dong kalau Tiara bangga dengan tanah kelahiran Tiara ini bu?” Tiara menjawab dengan nada kesal.
“Kamu itu ya, dibilangin memang susah banget.” Sahut Ibu.
Tiara langsung pergi menuju kamarnya.
Di dalam kamar, Tiarapun bergumam sendiri.
“Belajar ini salah, belajar itu salah. Terus yang benar yang mana? Emang nya kalau orang Medan enggak boleh belajar budaya Jawa?” gumam Tiara.
Jam sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB, di luar rumah terdengar suara yang memanggil-manggil nama Tiara. Tiara pun melihatnya dari jendela kamar. Ternyata yang memanggil namanya adalah sahabat karibnya yaitu Rara. Tiara pun segera keluar dari rumah dan menemui Rara.
“Eh ternyata kamu Ra, aku kira siapa tadi?” Tanya Tiara.
“Hehe, kita jadi berangkat kan sore ini?” Rara bertanya kepada Tiara.
“Jadi dong, Meskipun ibu aku enggak terlalu suka” jawab Tiara.
Kemudian Tiara masuk ke dalam rumah untuk mengambil barang-barangnya.
Sesampainya di sekolah, ternyata extra curiculer tari sudah mulai. Awalnya Tiara dan Rara takut untuk masuk karena merasa malu sudah datang terlambat. Tapi Bu Susi, guru pembimbing extra curiculer tari memanggilmereka berdua. Mereka pun masuk ke dalam ruang tari dengan muka menunduk ke bawah.
Tiara dan Rara mengisi daftar hadir yang disodorkan kepadanya. Kemudian mereka mengikuti gerakan bu Susi sesuai dengan alunan musiknya yang tenang namun pasti. Mereka masih belajar gerakan tari Merak yang dipergunakan untuk menyambut tamu.
“Bagi yang belum bisa, ikuti gerakan ibu ya…!!!” teriak bu Susi dari arah depan.
“Iya bu…” mereka pun menjawab bersamaan.
Tak terasa waktu extra curiculer tari telah selesai. Bu Susi pun menyudahi kegiatan hari ini.
“Karena waktu nya sudah selesai, ibu akhiri sampai di sini wassalamu’alaikum Wr. Wb.” Ucap bu Susi.
“Waalaikumsalam Wr. Wb.” Murid-murid serentak menjawabnya.
Murid-murid yang ikut extra curiculer tari pun mengambil tasnya masing-masing kemudian pulang ke rumah. Tiara dan Rara pun pulang.
Sesampainya di rumah, Tiara bertemu dengan orang tuanya. Ibu Santi memanggil Tiara dan bertanya kepadanya.
“Tiara, dari mana saja kamu? Jam segini baru pulang” tanya bu Santi.
“Tiara baru saja pulang dari extra curiculer tari bu” cetus Tiara.
“kamu ini sudah ibu bilangin jangan ikut extra curiculer tari, masih saja ikut, susah sekali dibilangin ya” cetus ibu.
“Bu, Tiara itu sudah besar jadi biarkan Tiara memiilih sendiri yang terbaik bagi Tiara. Tiara sudah merasa nyaman dengan budaya Jawa, jiwa Tiara sudah merasa menyatu dengan budaya Jawa bu” jawab Tiara dengan nada kesal.
“Pokoknya ibu tidak mau melihat kamu ikut extra curiculer tari lagi” jawab bu Santi
“Kenapa sih ibu selalu memaksakan kehendak ibu? Apa pernah ibu membiarkan Tiara memilih hal yang Tiara suka? Enggak kan.
Sekarang biarkan Tiara yang memilih sendiri bu, toh Tiara kan yang menjalankan pilihan Tiara?.”
Tiara berlari ke kamarnya dan menutup pintu sekencang kencangnya.
“Tiara…” teriak bu Santi.
“Sudah lah bu, biarin aja Tiara ngelakuin apa yang dia suka. Dia sudah besar dan sudah bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk” pak Satyapun menasihati bu Santi.
“Tapi yah, yang ibu lakuin baik kan, cuman pingin ngelihat Tiara belajar budaya Medan?.” jawab ibu.
Keesokan harinya, Tiara tetap mengikuti extra curiculer tari merak dari Jawa Barat. Bahkan dia terpilih menjadi wakil SMA N Tarumanegara untuk mengikuti lomba tari seJawa Barat.
“Tia, akhir-akhir ini kamu sering pulang sore, dari mana saja kamu?” tanya ibu Santi
“Tiara latihan menari bu, Tiara terpilih menjadi wakil SMA N Tarumanegara” cetus Tiara
“Ibu tidak setuju kalau kamu ikut lomba itu.” Ibu melarang.
“Bu, lombanya tuh kurang 1 minggu lagi. Mana mungkin Tiara gak ikut lomba itu. Pokoknya ibu sama ayah harus lihat lomba itu, kalau enggak lihat Tiara enggak mau makan, meskipun ibu enggak suka kalau Tiara belajar Budaya Jawa.” Tiara memaksa ibunya.
“Ibu tidak akan datang ke acara itu, ibu tidak mau lihat” jawab ibu.
“Ibu ini jangan mementingkan diri ibu sendiri dong, sekali-kali ikuti kata Tiara. Sekali saja bu, Tiara mohon bu?” Tiara memohon.
“Sekali ibu bilang tidak, ya tetap tidak Tiara”
“Terserah ibu saja lah, yang penting ibu dateng sama ayah, orangtua teman-teman Tiara pada datang semua bu” Tiara menjawab dengan nada kesal.
Tiara langsung lari masuk ke kamarnya dan menutup pintu sekencang-kencangnya.
“Tiara, kalau pintu nya rusak gimana? Apa kamu bisa benerin? Enggak kan?” teriak ibu Santi
“Bodo amat” cetus Tiara.
“Dasar anak susah diatur” ibu mengeluarkan kata-kata kasar.
Tiara tidak mendengarkan perkataan ibunya. Sore itu terjadi pertengkaran antara ibu dan Tiara. Tiara ingin ibu dan ayahnya datang ke acara itu, tapi ibunya tidak mau.
Pagi hari nya, Tiara tidak keluar kamar. Ibu dan ayahnya membiarkan dia untuk sendiri dulu.
Setelah ibu pulang mengajar, ibu membuka tudung saji, tidak ada sayur yang berkurang, semuanya masih tetap utuh.
“Berarti Tiara tidak makan?” pikirnya.
Sinar matahari di sebelah barat pun memudar dan berganti cahaya malam, bintang-bintang di langit pun mulai bermunculan. Tapi Tiara tetap saja murung di kamarnya. Bu Santi pun mengajak Tiara untuk makan bersama.
“Tia, Tiara.. ayo kita makan malam nak, ayah sudah nungguin tuh” teriak ibu dari luar kamar.
Sudah berkali-kali bu Santi memanggil-manggil Tiara, tapi tetap saja tidak ada jawaban. Bu Santi mulai panik dengan keadaan Tiara sekarang.
“yah, Tiara dipanggilin kok tidak menjawab ya? Coba ayah yang bangunin!”
Bu Santi memanggil pak Satya untuk mengajak Tiara makan. Tetapi tetap tidak ada jawaban sama sekali dari Tiara. Pak Satya pun memutuskan untuk mendobrak pintu kamar Tia.
Setelah didobrak, Pak Satya dan bu Santi melihat Tiara pingsan di lantai dekat tempat tidurnya. Bu Santi pun panik dan pak Satya segera membawa Tiara ke rumah sakit terdekat.
“Tiara, kamu kenapa? Ayo bangun dong Tia, ibu tidak tega melihat kamu seperti ini nak” ibu mengkhawatirkan Tiara.
Sesampainya di rumah sakit, Tiara langsung dibawa ke ruang rawat untuk mendapatkan pertolongan. Sedangkan bu Santi dan pak Satya menunggunya di luar.
Tak lama kemudian, Dokter yang menangani Tiara keluar dan memberikan kabar tentang keadaan Tiara sekarang ini.
“Bagaimana keadaan anak saya dok?” tanya bu Santi
“Tiara baik-baik saja bu, dia cuma kecapekan saja. Biarkan dia istirahat dan jangan sampai dia banyak pikiran” jawab pak Dokter.
“Baiklah pak, terimakasih” jawab pak Satya.
Bu Santi dan Pak Satya menemani Tiara di kamar rawatnya. Bu Santi terus memegang dan mencium tangan anaknya.
“Ayo segera sadarlah Tiara anakku!! Maafkan ibu ya nak, ibu tidak bermaksud buat kamu seperti ini. Ibu janji ibu akan berubah menjadi yang lebih baik dari pada kemaren-kemaren” gumam bu Santi
“Ibu sih, kenapa harus mentingin kepentingan ibu dari pada anak ibu sendiri. Tiara itu cuma ingin kita hadir di acara itu, tidak lebih bu” cetus pak Satya.
Tak lama kemudian, Tiara sadarkan diri.
“Tiara? kamu sudah bangun? Ibu khawatir sekali” bu Santi mengkhawatirkan Tiara.
“Sejak kapan ibu khawatir dengan Tiara? Bukannya ibu selalu mementingkan diri sendiri” cetus Tiara.
“Kok kamu ngomong gitu sih Tia sama ibu” jawab ibu
“Sudahlah bu, ibu lupa sama pesan dokter tadi?” sahut pak Satya.
4 hari Tiara dirawat di rumah sakit, keadaannya pun semakin membaik. Keesokan harinya Tiara pulang ke rumah, sesampainya di rumah, Tiara masih sempat memikirkan lomba tari yang dia ikuti.
“Apakah ibu sama ayah masih tetap tidak mau hadir dalam acara itu?” tanya Tiara kepada orangtuanya.
“Kamu ini baru saja sampai rumah sudah memikirkan yang lain, pikirkan dulu kesehatan mu, baru yang lain kamu pikirin” jawab bu Santi.
“ishhh, ibu ini. Kalau ibu sama ayah tidak datang, Tiara gak mau makan lagi” membuang muka.
Bu Santi dan pak Satya membiarkan Tiara istirahat di kamarnya. Di luar kamar, pak Satya membujuk istrinya agar mau menghadiri acara itu.
“Ayo lah bu, kita datang di acara itu. Kasihan Tiara kan?” bujuk pak Satya.
“tapi yah, ibu enggak suka dengan tarian Jawa. Ibu juga enggak suka dengan orang Jawa yang seenaknya sendiri, suka marah marah.” Jawab ibu
“Jadi itu alasan ibu untuk melarang Tiara belajar tari dan tidak datang ke acara lomba itu? Kasian Tiara kan kalau dia nanti mengharapkan kedatangan kita? Ayo lah bu” Merayu ibu lagi.
Bu Santi masih merenungkan kedatangannya ke acara tersebut, dengan rayuan pak Satya, akhirnya Bu Santi mau datang ke acara lomba tari seJawa Barat. Tiara tidak mengetahui kalau ibu dan ayah nya datang ke acara tersebut.
Saatnya yang kita nantikan datang, acara lomba tari yang ditunggu-tunggu pun dimulai. Peserta lomba yang tampil pertama adalah peserta lomba dari SMA N Tarumanegara. meskipun keadaan Tiara masih kurang sehat,ia tetap mengikuti Lomba tari Merak dari Jawa Barat.
Saat tampil di depan penonton, Tiara melihat semua orang yang hadir. Di sebelah barat terlihat ayah dan ibunya yang hadir dalam acara itu, hati Tiara pun merasa sangat bahagia dan tenang.
“Akhirnya ayah dan ibu datang juga” Gumamnya dalam hati.
Semua peserta lomba telah tampil semaksimal mungkin. Dan saatnya mengumumkan pemenang lomba tari seJawa Barat. Juara 3 dan 2 pun telah disebutkan, saatnya mengumumkan juara 1-nya.
“Dan yang menjadi juara 1 adalah… SMA N 1 Tarumanegara”
Sorak sorai dari pendukung SMA N 1 Tarumanegara pun memecah ketegangan mereka. Tiara pun bangga dengan prestasi yang sudah ia capai selama ini.
Pak Satya dan Bu Santi menghampiri Tiara dan memeluknya.
“Maafikan ibu ya Tia, kalau selama ini ibu selalu mengutamakan keinginan ibu sendiri dan tidak memperhatikan kamu” ibu memeluk Tiara.
“maafin Tiara juga ya bu, kalau Tiara nakal dan susah diatur” Tiara membalas pelukan ibunya.
“Ibu bangga dengan mu nak, selama ini ibu salah menilai budaya Jawa dan memandang orang Jawa itu menyeramkan.
“Jadi, ibu mengizinkan Tiara mempelajari budaya Jawa Barat terus kan bu?” tanya Tiara.
“Iya Tia…” ibu tersenyum
Merekan pun saling berpelukan…
SELESAI